Selasa, 26 Juli 2011

PENDIDIKAN DAN TRADISI KEAGAMAAN

PENDIDIKAN DAN TRADISI KEAGAMAAN
Oleh: Dadang, S. Ag, S. IPI, M. Pd. I


A. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari definisi tersebut tergambar adanya proses pembelajaran terhadap peserta didik agar mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya pendidikan agama untuk mendukung siswa memiliki kekuatan spiritual tersebut. Pendidikan sangat dekat dengan tardisi keagamaan yang ada disekelilimgnya. Karena antara pendidikan dan tradisi keagamaan menyatu dalam lingkungan secara kebersamaan, contohnya dalam nuansah pesantren, yang serat dengan tradisi keagamaan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama, secara nyata telah memberikan kontribusi yang amat besar dalam pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Pesantren telah membuka akses pendidikan bagi masyarakat miskin di pedesaan. Selain memberikan pendidikan agama, pesantren juga memberikan bekal keterampilan praktis kepada para santri/siswa seperti pertanian, peternakan, perbengkelan, jahit-menjahit, bahkan operator komputer. Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki riwayat sejarah yang sangat panjang dan menjadi salah satu varian dalam keanekaragaman jenis pendidikan yang ada, tetapi belum sepenuhnya menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.
Program pembinaan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan tradisional keagamaan bertujuan untuk: (1) memberdayakan dan meningkatkan kapasitas serta kualitas lembaga sosial keagamaan, dan (2) memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat khususnya di perdesaan yang berlatar sosial ekonomi lemah . Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya peranan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan tradisional keagamaan dalam pembangunan nasional dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam perubahan sosial.

B. Pembahasan
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi .pendidikan., yang artinya .Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan ; atau proses perbuatan, cara mendidik.
Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin Syah, yaitu memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peringatan (to elicit, to give rise to ) , dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan .
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan.

2. Pengertian Tradisi Keagamaan
Tardisi keagamaan adalah penggabungan dua istilah antara tradisi dan agama. Untuk lebih jelas alangkah baiknya kita ketahui dulu apa pengertian tradisi. Tradisi yang bahasa Inggrisnya tradition berasal dari kata latin traditio yakni dari tradire yaitu menyerahkan, menurunkan atau mengingkari. Tradisi juga berarti intelek (bukan intelegensi), sedangkan dalam ilmu, tradisi berarti kontunuitas pengetahuan dan motode-metode penelitian. Menurut Pranowo ( 2002 : 8) yang dikutip oleh Nur Syam Tradisi adalah suatu yang diwariskan atau ditranmisikan dari masa lalu ke masa kini. Sedangkan menurut Anton Rustanto tradisi adalah suatu perilaku yang lazim orang lakukan dalam sebuah tatanan masyarakat tertentu secara turun menurun. Hal ini dilakukan semata-mata karena sifat dari tradisi adalah kontinuitas, dilakukan terus menerus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Setelah mengetahui pengertian tradisi, selanjutnya melangkah pada pengertian keagamaan.
Keagamaan jika ditelusuri berasal dari kata agama. Agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang berkaitan dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan komunitas moral yang disebut Gereja atau Masjid, Wihara, Pura dan sebagainya . Menurut Stenbrink (2000 : 42) yang dikutip oleh Nur Syam, tradisi keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan sepanjang sejarah; ada unsur baru yang masuk, ada yang ditinggalkan juga .
Dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat penulis simpulkan bahwa tradisi keagamaan adalah suatu tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dengan fenomena pelaksanaan ajaran agama.

3. Dasar dan Bentuk Tradisi Keagamaan
Dasar dan bentuk Tradisi keagamaan sering ditemui sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tampaknya tradisi keagamaan sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pendidikan tradisi keagamaan merupakan unsur sosial yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Pada umumnya, pada masyarakat pedesaan, tradisi keagamaan erat kaitannya dengan mitos dan agama. Mitos lahir dari tradisi yang sudah mengakar kuat di suatu masyarakat, sementara agama dipahami berdasarkan kultur setempat sehingga mempengaruhi tradisi.
Dasar tradisi keagamaan memang lahir dari suatu ajaran yang bersifat normatif. Dari sudut pandang sosiologis, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan norma dalam masyarakat Kerangka acuan norma ini ada yang bersipat sekunder dan primer. Yang sekunder, pranata itu bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas, seperti pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pranata ini dapat diubah struktur dan peranan hubungan antar peranannya maupun norma-norma yang berkaitan dengan itu. Tampaknya, pranata sekunder ini bersipat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh pendukungnya. Sedangkan pranata primer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakatrnya, karena, pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri
Oleh karena itu, pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja.
Mengacu kepada penjelasan di atas, tradisi keagamaan termasuk ke dalam pranata primer. Karena pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan Ketuhanan atau keyakinan, tindakan keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci, dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki. Dalam hubungan dengan masalah kebudayaan yang sudah menjadi tradisi inilah, maka tradisi keagamaan sulit berubah, karena selain didukung oleh masyarakat, juga memuat sejumlah unsur-unsur yang memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Demikian juga, tradisi keagamaan mengandung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan dengan agama yang dianut oleh masyarakat atau pribadi-pribadi pemeluk tersebut. Dalam aspek pendidikan di Indonesia, tradisi keagamaan begitu kental sehingga dapat ditemui pada materi pelajaran yang mengandung banyak tradisi keagamaan. Secara sederhana penulis memaknai bahwa tradisi keagamaan adalah hal-hal yang mengandung ajaran agama, dalam hal ini agama Islam. Dapat kita temui dan lihat beberapa institusi pendidikan yang berbasis pesantren atau agama banyak memakai tradisi keagamaan, misalnya memasukkan materi Yasinan atau tahlilan ke dalam materi atau bahan ajar pendidikan.
Kenyataan ini tentu saja dapat penulis katakan bahwa pendidikan dan tradisi keagamaan sangat erat dan begitu sulit untuk dipisahkan. Kembali pada dasar tradisi keagamaan itu, jika kita melihat rujukan dalil naqli tentang dasar tradisi keagamaan sangat bervariatif dalam menginterpretasikannya. Misalkan kebiasaaan membaca yasin pada saat-saat tertentu. Jika dilihat dasar membaca yasin memang ada anjuran dalam Islam karena yasin adalah bagian dari ayat al-Qur’an, sedangkan bagi kaum muslimin sangat dianjurkan untuk membaca al-Qur’an dan memahaminya.Sebagaimana firman Allah dalam surat Faathir ayat : 29-30 :
•                          
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri ( Al-Faathir : 29-30)
Kemudian dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh A’isyah :


Artinya : Orang yang membaca al-Qur’an dan pandai dalam membacanya ia bersama para malaikat yang mulia. Dan yang membaca al-Qur’an dengan mengeja dan ia membacanya dengan sulit, ia mendapatkan dua pahala( Hadits Muttafaq alaih dan lafal ini dari Muslim) .


Dari al-Nu’man bin Basyir ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, ” Yang paling utama dari ibadah ummatku adalah membaca al-Qur’an”.
Dari Ibnu Abbas, ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : ” Sesunggunya orang yang di dalam dadanya tidak ada al-Qur’an sama sekali, tak ubahnya seperti rumah yang rusak.” ( Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ahmad bin Hanbal, al-Hakim, dan al—Darimi ).

1 komentar: