Selasa, 26 Juli 2011

PENDIDIKAN SEBAGAI PRANATA SOSIAL

PENDIDIKAN SEBAGAI PRANATA SOSIAL
Oleh: Dadang, S. Ag. S. IPI., M. Pd.I



A. Pendahuluan
Dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Masalah sosial akan dapat muncul ketika kenyataan yang ada tidak dapat dipahami oleh pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh para individunya dan atau dipahami secara berbeda antara masing-masing individu yang terlibat di dalam interaksi sosial yang ada. Individu-individu yang terlibat dalam interaksi yang berusaha untuk memahami kenyataan yang ada tersebut, pada dasarnya adalah untuk usaha pemenuhan kebutuhan dirinya agar dapat hidup secara berkesinambungan
Kesamaan pandangan dan pemahaman terhadap dunia sekitar manusia hidup menjadi patokan bagi kesinambungan kehidupan manusia itu sendiri, artinya bahwa ketidak samaan dalam pemahaman tentunya terkait dengan kemampuan atau kekuatan dari pedoman yang mengatur kelompok sosial yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian, kemampuan kebudayaan dari manusia yang digunakan untuk pedoman berinteraksi harus dipahami dan diwujudkan melalui pranata sosial yang tersedia di masyarakat.
Dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujutnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Undang-undang 2008, hlm. 37).
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Sehubungan dengan prinsip pendidikan di atas senada dengan pendapat Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008, hlm. 9) menurutnya :
” Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran guru dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, paradigma tersebut bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Chomsin S. Widodo dan Jasmadi 2008, hlm. 9 ).


Pendidikan sebagai salah satu pranata sosial, sudah tentu tidak bisa lepas dari keterpengaruhan saling silang budaya. Sehubungan dengan itu, mengamati dunia pendidikan tentu tidak cukup hanya dengan melihat problem internal pendidikan, misalnya dari sudut pandang kompoen pendidikan, tetapi tidak bisa tidak, harus dengan berbagai perspektif, misalnya budaya, sosial, ekonomi, politik, sejarah, filsafat dan sebagainya.



B. Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia ( 1991, hlm. 232) pendidikan adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam susaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, perbuatan, cara mendidik. Pendidikan dalam bahasa Yunani disebut paedagogis yang berarti bimbingan yang diberikan pada anak, istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I pasal I, dikatakan bahwa Pendidikan adalah adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang Republik Indonesia 2006, hlm. 2).
Sedangkan menurut Menurut H. Horne, dalam A. Yunus (1999, hlm. 7) pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanya insan kamil.

2. Pengertian Pranata sosial

Secara umum yang dimaksud dengan pranata sosial atau lembaga sosial dapat dimaknai sebagai organisasi, asosiasi atau kelompok social (Momon Sudarma 2003, hlm. 43). Pranata sosial adalah merupakan sekumpulan norma (sistem norma ) dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok manusia (Khairul Hidayati dkk 2007, hlm. 45).
Proses sejumlah norma menjadi pranata sosial disebut pelembagaan atau institusionalisasi. Oleh karena itu, pranata sosial sering disebut lembaga-lembaga sosial (Bagja Waluya 2007, hlm. 34). Selanjutnya lembaga sosial menurut Rober Melver dan CH. Page yang dikutip oleh Soekanto adalah prosedur atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang tergabung dalam suatu kelompok dalam masyarakat (Sujono Soekanto1990, hlm. 218). Pranata sosial adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku (http://massofa.wordpress.com).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pranata sosial adalah sistem sosial yang mengatur norma segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup bermasyarakat

3. Macam-macam Pranata Sosial
Pranata sosial pada dasarnya adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup bermasyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di depan, pranata sosial di masyarakat mempunyai beberapa fungsi. Fungsi-fungsi pranata tersebut terwujud dalam setiap macam pranata yang ada di masyarakat. Adapun macam-macam pranata sosial yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, antara lain pranata keluarga, pranata agama, pranata ekonomi, pranata pendidikan, dan pranata politik (Mulat Wigati Abdullah 2006, hlm. 43-44).
a). Pranata Keluarga
Pranata keluarga adalah bagian dari pranata sosial yang meliputi lingkungan keluarga dan kerabat. Pembentukan watak dan perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh pranata keluarga yang dialami dan diterapkannya sejak kecil. Bagi masyarakat, pranata keluarga berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat. Pranata keluarga yang dasar utamanya adalah kasih sayang diantara sesama anggota keluarga dengan tujuan utamanya untuk pengembangbiakan dan pemanusiaan manusia (Parsudi Suparlan 1995, hlm. 5).
Menurut Soenjono Soekanto (1987, hlm. 89) pranata keluarga merupakan sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan beberapa tugas penting. Keluarga berperan membina anggota-anggotanya untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik maupun lingkungan budaya di mana ia berada. Bila semua anggota sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal maka kehidupan masyarakat akan tercipta menjadi kehidupan yang tenang, aman dan tenteram.

b). Pranata Agama
Pranata agama adalah sistem keyakinan dan praktek keagamaan dalam masyarakat yang telah dirumuskan dan dibakukan (http://nilaieka.blogspot.com/2009/02/).

c). Pranata ekonomi
Pranata ekonomi merupakan pranata yang menangani masalah kesejahteraan material yang meliputi cara-cara mendapatkan barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat, mengatur cara-cara berproduksi, distribusi, perdagangan dan konsumsi agar setiap lapisan masyarakat mendapat bagian yang semestinya (http:// pranata-sosial.html).
Pranata ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang, secara rutin membagi tugas dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap orang lain. Pranata ekonomi ada dan diadakan oleh masyarakat dalam rangka mengatur dan membatasi perilaku ekonomi masyarakat agar dapat tercapai keteraturan dan keadilan dalam perekonomian masyarakat. Pranata ekonomi muncul sejak adanya interaksi manusia, yaitu sejak manusia mulai membutuhkan barang atau jasa dari manusia lain. Bentuk paling sederhana dari pelaksanaan pranata ekonomi adalah adanya sistem barter (tukar menukar barang). Akan tetapi, untuk kondisi saat ini, sistem barter telah jarang digunakan dan sulit untuk diterapkan.

d). Pranata Politik
Pranata politik adalah serangkaian peraturan, baik tertulis ataupun tidak tertulis yang berfungsi mengatur semua aktivitas politik dalam masyarakat atau negara. Di Indonesia, pranata politik tersusun secara hierarki, berikut ini :
1) Pancasila
2) Undang-Undang Dasar 1945
3) Ketetapan MPR
4) Undang-Undang
5) Peraturan Pemerintah
6) Keputusan Presiden
7) Keputusan Menteri
8) Peraturan Daerah
Pranata-pranata tersebut diciptakan masyarakat Indonesia sesuai dengan jenjang kewenangannya masing-masing, dan dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara (http://www.crayonpedia.org).
4. Pengaruh Pendidikan sebagai Pranata Sosial
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa masalah sosial akan dapat muncul ketika kenyataan yang ada tidak dapat dipahami oleh pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh para individunya dan atau dipahami secara berbeda antara masing-masing individu yang terlibat di dalam interaksi sosial yang ada. Individu-individu yang terlibat dalam interaksi yang berusaha untuk memahami kenyataan yang ada tersebut, pada dasarnya adalah untuk usaha pemenuhan kebutuhan dirinya agar dapat hidup secara berkesinambungan. Untuk memenuhi kebutuhan berbagai faktor mesti dilakukan, misalnya pendidikan dan sebagainya.
Secara sederhana pendidikan dimaknai sebagai upaya untuk melahirkan manusia terdidik, yang secara normatif bercirikan kritis, rasional, sosial, bertaqwa, bermoral dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan sebagai salah satu pranata sosial, sudah tentu tidak bisa lepas dari keterpengaruhan saling silang budaya. Sehubungan dengan itu, mengamati dunia pendidikan tentu tidak cukup hanya dengan melihat problem internal pendidikan, misalnya dari sudut pandang komponen pendidikan, tetapi tidak bisa tidak, harus dengan berbagai perspektif, misalnya budaya, sosial, ekonomi, politik, sejarah, filsafat dan sebagainya.
Dalam pranata sosial komuniti, diatur status dan peran untuk melaksanakan aktivitas pranata yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa peran-peran tersebut terangkai membentuk sebuah sistem yang disebut sebagai pranata sosial atau institusi sosial yakni sistem antar hubungan norma-norma dan peranan-peranan yang diadakan dan dibakukan guna pemenuhan kebutuhan yang dianggap penting masyarakat (Suparlan 2004, hlm. 6), atau sistem antar hubungan peranan-peranan dan norma-norma yang terwujud sebagai tradisi untuk usaha-usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial utama tertentu yang dirasakan perlunya oleh para warga masyarakat yang bersangkutan. Peranan-peranan yang ada terkait pada konteks pranata sosial yang dilaksanakan oleh yang terlibat di dalamnya, peranan-peranan tersebut merupakan perwujudan obyektif dari hak dan kewajiban individu para anggota komuniti dalam melaksanakan aktivitas pranata sosial yang bersangkutan.
Pada masa sekarang banyak sudah orang-orang yang terdidik, berpendidikan sarjana ke atas, dan ini merupakan milik individu untuk dapat digunakan bagi individu tersebut untuk bekerja berinovasi dan seterusnya. Kesemua kemampuan individu ini walaupun dikelompokkan sebagai bentuk kelompok sosial belum dapat dikatakan menjadi modal sosial. Hal ini berkaitan dengan mampukah si individu-individu tersebut bekerjasama berfungsi satu dengan lainnya sebagai bentuk solidaritas. Sehingga secara lebih luas akan mempengaruhi pola hidup masyarakatnya sendiri.

C. Simpulan











DAFTAR REFERENSI

A. Yunus, 1999, Filsafat Pendidikan, Bandung, CV. Citra Sarana Grafika. Bandung.

Bagja Waluya, 2007, Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung, Setia Purna Inves.

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, 2008, Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi, Jakarta, Elex Media Komputindo.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi pertama cet. I.

Eka Gunawan, Pranata Sosial, Minggu, Februari 08, 2009, Sumber :
http:// pranata-sosial.html (akses 22 Desember 2009).

Khairul Hidayati dkk, 2007, Sosiologi, Jakarta, Erlangga.

Momon Sudarma, 2003, Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Selemba Medika.

Mulat Wigati Abdullah, 2006, Sosiologi, Jakarta, Grasindo.

Parsudi Suparlan, 1995, Orang Sakai Di Riau: Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia : Kajian Mengenai Perubahan dan Kelestarian Kebudayaan Sakai dalam Proses Transformasi Mereka ke dalam Masyarakat Indonesia melalui Proyek Pemulihan Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing, Departemen Sosial, Republik Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Soenjono Soekanto, 1987, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali.

Sofa, Struktur Sosial Budaya, Pranata Sosbud, dan Proses Sosial Budaya, Sumber : http://massofa.wordpress.com ( akses 14 Desember 2009)

Sujono Soekanto, 1990, Sosiologi Suantu Pengantar, Jakarta Rajawali Pers.

Suparlan, 2004 “Kata Pengantar” dalam Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Parsudi Suparlan dan Harisun Arsyad, eds.), Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Agama Departemen Agama.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No.14 th 2005 tentang Guru dan Dosen, 2008, Jakarta, VisiMedia.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, 2006, Sistem Pendidikan Nasional, Bandung : Fokus Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar